Tanah Papua saat ini masih diliputi konflik, kekerasan, dan penderitaan. Banyak pihak merasa benar sendiri, sehingga perdamaian sulit terwujud. Dalam situasi seperti ini, Matius 5:9 adalah panggilan ilahi:
Bukan hanya untuk menonton setiap masalah yang terjadi itu tetapi untuk aktif menjadi pembawa damai.
Yesus tidak berkata: “Berbahagialah orang yang netral” atau “yang diam”, tetapi yang membawa damai—artinya mereka:
- Membangun jembatan, bukan tembok,
- Memaafkan, bukan membalas,
- Membela kebenaran tanpa membenci.
Dalam konflik yang terjadi disekitar kita di Tanah Papua :
- Pembawa damai bisa jadi seorang guru, pendeta, ibu rumah tangga, atau anak muda yang berani memilih kasih daripada kebencian.
- Mereka adalah orang yang membawa pesan pengampunan, sekalipun pernah dilukai.
- Mereka adalah orang-orang yang berdoa dan bertindak, bukan hanya menonton penderitaan.
Dan Tuhan menyebut mereka: anak-anak Allah.
Aplikasi dalam Hidup saat ini adalah:
- Mulailah damai dari diri sendiri – jangan teruskan warisan kebencian atau balas dendam.
- Jadilah suara perdamaian – di media sosial, di komunitas, di gereja, dan keluarga.
- Berani berdiri di tengah, bukan untuk menyenangkan semua pihak, tapi untuk menghadirkan hati Allah: damai dan keadilan.
Marilah kita berdoa agar kedamaian terjadi dengan cara Tuhan: Tuhan Yesus, Engkau adalah Raja Damai. Tanah Papua merindukan damai yang sejati. Bentuklah hati kami agar tidak dikuasai oleh kemarahan, tapi dipenuhi oleh kasih-Mu. Pakailah kami menjadi pembawa damai—yang berani mengampuni, yang setia mengasihi, dan yang membawa terang-Mu ke tempat yang penuh dengan kekerasan ini. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.